Laporan keuangan yang disusun perusahaan biasanya harus disesuaikan dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut sebagai dasar pada SPT PPh yang disampaikan ke kantor pajak. Hal ini disebabkan laporan keuangan perusahaan mengacu pada standar akuntansi komersial. Untuk memenuhi kebutuhan pelaporan pajak maka perusahaan melakukan penyesuaian fiskal (koreksi fiskal).
Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal berdasarkan pembebanannya dapat dibedakan dua macam, yaitu:
Beda Tetap
Beda Waktu.
Beda Tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh dikurangi pada penghasilan kena pajak, contohnya : kontribusi, entertain (tanpa daftar nominatif), pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan dan lain2.
Beda waktu, yaitu perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu pembebanannya berbeda.
Contoh :
Biaya penyusutan, perusahaan menetapkan masa manfaat aktiva 10 tahun, tapi berdasarkan fiskal Hanya 4 tahun, maka akan terjadi pembebanan yang berbeda.
Koreksi fiskal dapat juga dijelaskan sebagai berikut :
Koreksi fiskal positif diantaranya:
Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
Pengeluaran dalam bentuk alami
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dimiliki kpd pemegang saham
Sumbangan atau bantuan
Pajak Penghasilan
Sanksi administrasi (Pajak)
Penyusutan/amortisasi
Dll
Koreksi fiskal negatif diantaranya:
Penyusutan/amortisasi
Penghasilan yang memuaskan pengakuannya
Dll
Penyusutan dapat menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil perhitungan apa yang lebih besar atau malah lebih kecil.
Untuk lebih mendalami koreksi fiskal kita juga dapat membaca laporan audit akuntan publik atas laporan keuangan suatu perusahaan. Setiap perusahaan akan mempunyai pos yang berbeda atas koreksi fiskalnya. Laporan audit pada perusahaan go public di perpustakaan BEJ dapat kita pinjam dan baca untuk menambah wawasan tentang koreksi fiskal.
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak).
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Dasar Hukum : UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Jenis Perbedaan Pengakuan antara Komersial dan Fiskal
Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:
Beda Tetap (Permanen Berbeda)
Beda Tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang bersifat permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena :
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut Undang-undang PPh telah dikenakan PPh Final, contohnya:
Bunga Deposito dan Tabungan lainnya
Penghasilan berupa hadiah undian
Penghasilan dari transaksi intervensi harta berupa tanah dan/atau bangunan,
Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
dan sebagainya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)
Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena lain tetap terjadi karena menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto, misalnya:
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan ;
yang bukan objek pajak;
yang pengenaan pajaknya bersifat final;
yang dikenakan pajak berdasarkan norma penghitungan penghasilan
penempatan atau ketidakseimbangan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk alam dan kenikmatan
Pajak Penghasilan
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan-undangan di bidang perpajakan.
biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh)
Koreksi atas beda penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya penghasilan yang diakuai oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh final, akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih kecil.
Koreksi atas biaya lain tetap akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya yang diakuai oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih besar.
Beda Waktu (Time Different)
Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun-tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena perbedaan waktu terjadi karena :
Penerimaan penghasilan tunai untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi komersial, pendapatan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya sesuai dengan prinsip mencocokkan biaya dengan pendapatan. Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.
Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena perbedaan waktu terjadi karena :
Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan FIFO
Penyisihan tagihan tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan tagihan tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu
Koreksi atas waktu lain penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang.
Koreksi atas waktu yang berbeda dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.
Jenis Koreksi Fiskal
Koreksi Fiskal Positif
Koreksi Fiskal Positif Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Jenis Koreksi Fiskal Positif antara lain :
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali :
Cadangan kredit tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan pembiayaan konsumen.
Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan.
Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.
Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri.
Asuransi premi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
Penggantian atau ketidakseimbangan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau ketidakseimbangan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dimiliki kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai ketidakseimbangan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disetujui oleh pemerintah atau sumbangan amal yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disetujui oleh pemerintah, yang nantinya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pajak Penghasilan.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
Gaji yang menjanjikan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan-undangan di bidang perpajakan
Persediaan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
Penyusutan yang jumlahnya melebihi jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
Biaya yang pengakuannya.
Referensi : Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 9 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Koreksi Fiskal Negatif
Yaitu koreksi yang mengurangi pengurangan penghasilan pajak dan PPh terutang.
Jenis Koreksi Fiskal Negatif antara lain :
Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final antara lain :
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang diserahterimakan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
Penghasilan berupa hadiah undian.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang dijanjikan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
Penghasilan dari transaksi fragmentasi harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak antara lain :
Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disetujui oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima yang berhak atau menyumbang keagamaan yang bersifat wajib bagi pemeluk yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disetujui oleh pemerintah dan yang diterima agama oleh penerima sumbangan yang dapat, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada zakat dengan usaha, pekerjaan, pendapatan, atau pengelolaan di antara pihak-pihak zakat yang.
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis lurus lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang berkepentingan.
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
Penggantian atau ketidakseimbangan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (dianggap keuntungan).
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang Didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disetujui Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan investasi kontrak kolektif.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang Didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
Beasiswa yang persyaratan memenuhi tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Bantuan atau santunan yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Persediaan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
Penyusutan yang jumlahnya kurang jumlah berdasarkan metode penghitungan yang sudah ditetapkan dalam Pasal 10 UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh.
Dasar Hukum : Pasal 4 UU no. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
BEDA PENYUSUTAN AKTIVA TETAP MENURUT PAJAK DAN AKUNTANSI
Menurut akuntansi dapat digunakan metode apapun sementara menurut pajak hanya dapat menggunakan 2 metode saja yaitu garis lurus dan saldo menurun, bahkan untuk bangunan hanya dibolehkan metode garis lurus.
Umur manfaat menurut akuntansi didasarkan pada diskresi manajemen sementara menurut pajak diatur umur manfaat aktiva tetap berdasarkan ketentuan perpajakan, yaitu untuk aktiva tetap bukan bangunan dibagi menjadi 4 golongan dengan umur manfaat mulai dari gol 1 adalah 4, 8, 16 dan 20 tahun sedangkan bangunan menjadi 10 tahun untuk bangunan semi permanen dan 20 tahun untuk bangunan permanen.
Secara akuntansi, aktiva tetap (aset tetap) mulai disusutkan pada saat aktiva tersebut siap untuk digunakan. Secara perpajakan, aktiva tetap mulai disusutkan pada bulan dilakukannya pengeluaran (pada saat diperoleh/dibeli).
0 Response to "Laporan Keuangan"
Posting Komentar